#BusWisataNomor3
#Horor
#Horor
***Yang suka horor merapat
Bus wisata bercat orange terparkir berjejer di lapangan sebelah sekolah. Rencana akan membawa rombongan study tour siswa sekolah SMA itu. Semua berjumlah lima bus dari armada sama.
Panitia menamai ke lima berdasar urutan angka. Bus 1, 2, 3, 4, dan 5. Waktu pemberangkatan disepakati pukul 06.00 pagi hari. Aku yang sedari semalam sudah tidak sabar menunggu telah tiba di sekolah setengah jam sebelumnya. Takut terlambat.
"Kamu kebagian naik bus berapa, Lih?" tanya Dimas teman beda kelas yang juga sudah terlebih dulu datang.
"Aku bus tiga, Dim. Kamu sendiri bus berapa?" tanyaku balik.
"Lima, Berarti memang dibagi berdasar kelas ya, Lih? Semoga berangkatnya enggak terlambat."
Aku dan Dimas duduk di depan gerbang sekolah sambil menunggu teman-teman datang. Semua armada sudah siap.
Panitia sibuk mondar-mandir untuk ngecek keperluan dan persiapan pemberangkatan sampai waktunya tiba. Terdengar dari pengeras suara, ketua panitia menginstruksikan semua siswa yang ikut study tour menempatkan diri di bus masing-masing. Termasuk aku yang masuk ke bus nomor tiga.
Riuh suara teman-teman membuatku semakin bersemangat. Naik bus wisata menuju Bali membutuhkan waktu cukup lama. Sehari semalam perjalanan darat. Aku duduk dengan Fatih. Teman sekelasku sekaligus teman sebangku.
"Nanti kita melewati beberapa daerah yang terkenal angker lo, Lih" ujar Fatih sambil mulutnya sibuk mengunyah roti. Ia bilang belum sempat sarapan tadi.
"Ih, ngapain tiba-tiba ngomongnya kaya gitu, Bro? Kurang kerjaan," protesku.
"Kamu takut ya?" Selidiknya terkekeh.
"Asal kita doa yang banyak dan enggak punya niat jelek insyaallah aman sepanjang perjalanan," lanjutnya.
"Tapi ngelihat riuhnya bus ini kayanya enggak jamin, tuh beberapa terlihat mojok cowok ma cewek. Kesempatan. Sialnya aku deketnya kamu dan pasti enggak boleh ngapa-ngapain," selorohnya lagi sambil terbahak.
"Kampret lu!" Kuteloyor kepalanya. Ia pun terbahak.
"Nasib Jomblo, Bro!"
Aku dan Fatih memang sahabatan sejak awal masuk sekolah. Kebetulan kami satu kelas terus sampai kenaikan kelas tiga. Kemana-mana selalu berdua, kadang teman lain suka becanda. Galih dan Fatih pasangan terhits di sekolah. Awalnya risih dan sebal, tapi aku kemudian menganggapnya biasa.
Bus melaju lancar, melewati kota demi kota. Berhenti beberapa kali untuk makan dan ishoma. Sepanjang perjalanan siang semua baik-baik saja.
Menjelang gelap. Aku merasakan hawa berbeda. Entah kenapa pandanganku buram. Hujan deras yang mengguyur membuat jarak pandang sangat dekat. Sopir bus mengendarai dengan berlahan. Suasana bus juga senyap, tidak seriuh tadi saat terang. Aku hanya melihat gerakan wiper kanan kiri dan menimbulkan suara berdecit. Aku tertidur hingga terbangun tengah malam. Kedinginan.
Hawa bus sangat dingin karena sejak tadi AC menyala. Aku melirik Fatih, nyeyak tidurnya. Meringkuk di balik sarung yang ia bawa. Jam digital di atas supir menunjukan pukul 12.05 tengah malam.
"Kenapa busnya jadi seram gini ya?" ucapku lirih, sedari tadi mencoba mengusir rasa takut yang menyergap. Kuduk meremang dan adrenalin memacu kencang. Selain takut suasana seram, aku juga takut saat bus melaju di tengah pepohonan, kanan kiri gelap tidak ada cahaya lampu. Sesekali hanya berpapasan dengan bus-bus malam yang kecepatannya tidak biasa. Sangat kencang.
"Pelan-pelan saja, Bang!" suara Pak Seno mengingatkan. Ia salah satu guru yang ditugasi mendampingi siswa di bus 3. Tampaknya belum tidur.
"Iya, Pak. Ini juga jalan biasa, doa yang banyak saja, Pak!" celoteh supir bus.
Dari bangku tidak jauh dari supir itu duduk aku jelas mendengarnya. Dalam hati terus saja berdoa semoga semua baik-baik saja dan lancar.
Sebenarnya aku tidak peduli, hanya saja ucapan supir itu membuatku bergidik. Aku coba pejamkan mata, kedua telinga aku sumpal dengan gulungan tisu kecil. Sengaja biar tidak mendengar derasnya hujan.
Ciiiitttttt...
Decit suara rem bus terdengar panjang dan membuat ngilu. Sontak semua teman-teman terbangun. Semua panik. Apalagi yang perempuan, ada yang teriak dan menangis.
"Ada apa? Ada apa?" Semua saling bertanya.
Pak Seno beranjak dan mencoba menenangkan seluruh siswa.
"Harap tenang, dimohon tenang. Kita banyak berdoa, tadi Bang supir menghindari lubang besar di tengah jalan, roda bus hanya keluar jalur. Harus rem mendadak agar laju bus bisa dikendalikan, tidak apa, semua baik," ucap Pak Seno menggunakan mikrofon.
Kondisi rame dan panik mereda. Bus terus melaju dengan tenang. Sampai kemudian hal serupa terjadi.
"Astaghfirullah! Pegangan semua!" Teriaknya.
Bus melaju tidak terkendali. Suara decit rem terdengar lebih panjang dan lama, suara teriakan membuat miris dan hati berdesir. Aku hanya diam dan berdoa, mengikuti laju bus yang kemudian melambat.
"Alhamdulillah ... Alhamdulillah ... kita selamat, kita istirahat sebentar ya, Pak!" ucap supir itu kepada Pak Seno sambil napasnya terengah-engah.
Aku melihat beberapa teman saling berpelukan, ada juga yang menangis. Aku sendiri masih tetap duduk terpaku mengetahui apa yang terjadi, Fatih juga tidak berbeda. Sekilas terlihat sorot mata ketakutan dari matanya.
"Are you oke, Tih?" tanyaku.
"I'm Fine, kamu sendiri gimana? Betulkan yang aku bilang, pasti ini akan terjadi. Untung saja kita selamat tadi, kalau tidak semua bisa celaka," ucapnya.
"Kamu tahu sesuatu?" tanyaku penasaran.
"Jalan ini memang terkenal angker, banyak kendaraan yang celaka di sini. Tadi sebenarnya aku tidak tidur, aku hanya takut dan terus berdoa semoga kita baik-baik saja. Saat kejadian awal tadi aku sudah merasa pasti akan ada kejadian berikutnya," lanjutnya. Fatih menarik napas dalam-dalam. Ia pasti tahu sesuatu.
"Tadi saat kejadian kedua, aku sempat melihat banyak penampakan. Sepanjang jalan aku lihat banyak sosok melambaikan tangan layaknya penumpang. Tapi mereka bukan manusia," kata Fatih sambil meremas kedua tangannya.
"Sopir tadi kaget karena mendadak ada sosok perempuan menyeberang jalan tiba-tiba, dan aku sempat melihatnya melewati kaca jendela ini, Lih!"
"Kamu lihat? Atau merasa enggak?" tanya Fatih.
Aku hanya mengangguk, membayangkan teror sejak mulai gelap tadi. Banyak hal yang terjadi dan baru aku pahami. Suara cekikikan dari ujung bus tadi pasti bukan suara temannya. Suaranya nyaring, melengking.
Sekilas aku juga melihat ada sekelebat bayangan melewati lorong tengah bus berlahan. Gelap membuatku tadi ragu, yang lewat teman atau sosok lain. Akan tetapi hembusan angin dingin membuatku yakin itu pasti bukan manusia.
"Baru dua kejadian kan, Lih? Biasanya satu kali lagi nanti, kita bersiap saja! Doa yang banyak, semoga kita semua selamat!" Suara Fatih lirih membuatku gemetar.
"Apaan sih, Tih. Jangan ngacau ngomongnya!" Jawabku sebal.
Saat sedang menikmati bus berhenti, Supir bus mengambil alih mikrofon.
"Kepada seluruh penumpang, saya mohon perhatikan apa yang akan saya sampaikan. Wilayah ini terkenal angker dan sering banyak yang celaka, untuk itu saya minta kalian untuk jaga sikap, yang duduk cowok dan cewek jaga adab, jangan cari kesempatan, yang punya niat jelek hilangkan," ucapnya lantang.
"Banyak berdoa, semoga perjalanan kita semua lancar! Jangan berpikir macam-macam."
Hening, teman-teman sepertinya paham dengan apa yang disampaikan supir bus. Setelah dirasa cukup, bus kembali melaju. Pak Seno memutuskan untuk memutar murotal di tape bus. Suasana lebih hangat dan tenang. Hanya saja, konon jika sejak awal melewati daerah itu mengalami kejadian horor, bus akan terus ditimpa kesialan.
Betul saja, selama perjalanan berangkat dan pulang beberapa kali bus mengalami ban bocor, mesin terlalu panas, kaca pecah, macet dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang diluar nalar.
Pada akhirnya semua kembali dengan selamat, meski sangat terlambat. Aku dan Fatih sangat bersyukur semua selamat dan baik-baik saja.
Selesai
10 Januari 2021
See less
Tidak ada komentar:
Posting Komentar