Cerita ini nyata, berdasarkan pengalaman tetangga saya.
Sebut saja namanya Lik Sunawan, begitulah orang-orang memanggilnya.
Pekerjaan sehari-harinya saat itu hanyalah mencari ikan, jika ikan yang didapat cukup banyak, maka dia akan menjualnya dan sebagian untuk dimasak sendiri.
Pada saat itu, di desa tempat tinggalku sudah cukup ramai, dan untuk penerangannya pun sudah menggunakan listrik.
Walaupun masih ada beberapa kawasan yang masih berupa alas, dan sebagian lagi berupa rawa-rawa.
Pada waktu itu, Lik sunawan berniat akan pergi memancing pada malam hari, katanya jika malam hari banyak ikan-ikan besar yang keluar dari persembunyiannya.
Semua perlengkapan untuk memancing sudah dia persiapkan sejak sore, dan selepas sholat isya barulah dia berangkat.
Singkat cerita, sampailah dia di sebuah alas didekat kali kecil, yang lumayan jauh dari desa.
Dengan bantuan senter sebagai penerangan utamanya, dia mulai memasuki alas itu, setelah berjalan cukup lama, dia menemukan sebuah rawa yang cukup lebar.
Pohon-pohon besar menjulang tinggi mengelilingi rawa tersebut, ada perasaan was-was dan takut menyelimutinya, takut jika ada harimau atau hewan buas semacamnya yang tiba-tiba datang menyerangnya.
Namun, perasaan negatif itu sirna tatkala terdengar bunyi kecipak-kecipuk dari air rawa tersebut.
"Wah pas tenan iki, neng kene akeh iwak e".
(Wah pas banget ini, disini banyak ikannya), ucapnya dengan logat bahasa jawa.
Dia pun mulai duduk diatas batang pohon besar yang melintang ditepi rawa itu, mungkin ini pohon tua yang sudah tumbang, pikirnya saat itu.
Dengan penuh semangat segera dia memasang umpan di kail pancingnya, lalu dengan hati-hati mulai dilayangkan senar pancingnya ke tengah-tengah rawa itu.
Dugaannya ternyata benar, tak perlu menunggu lama-lama, ikan-ikan itu pun langsung memakan umpannya.
Dengan sigap dia pun mulai mengambil ikan itu dari kailnya, lalu dipasang umpan lagi dan dilayangkan ke tengah lagi, begitu seterusnya.
Entah sudah berapa lama dia duduk disana, dan ternyata ikan yang dia dapatkan cukup banyak.
Dia pun mulai beranjak dari tempat itu, dan bersiap untuk segera pulang kerumah, karna ikan yang didapat sudah banyak.
Perasaan nya begitu senang saat itu, karna kali ini dia pulang membawa hasil yang sangat memuaskan.
Setelah selesai membereskan semua perlengkapannya, tiba-tiba keanehan mulai dia rasakan, saat menengok ke belakang di tempat yang dia duduki tadi betapa kagetnya dia.
Karna disitu sama sekali tak terlihat pohon besar yang melintang satu pun, yang ada hanyalah rerumputan.
Padahal, dia sangat yakin saat memancing tadi dia duduk diatas batang pohon besar yang melintang di tepi rawa itu.
Dia mulai mengucek matanya berkali-kali, barangkali hanya pandangannya saja yang salah, dia celingak-celinguk kesana kemari memastikan dimana pohon tumbang tadi.
Namun nihil, memang tak ada satupun pohon yang dia maksud, semuanya masih berdiri dan tak ada satupun pohon yang tumbang.
Dia pun mulai berfikir lalu berkata:
" Opo iki ulahe demit neng kene yo".
(Apa ini ulah dedemit disini ya), pikirnya saat itu.
Meskipun dia termasuk orang yang berani, tapi tetap saja bulu kuduknya sudah merinding sejak tadi, dia pun tersadar kalau waktu pulangnya tertunda gara-gara sibuk memikirkan batang pohon tadi.
" Lo aku kan mau ape balek, la kok malah neng kene wae, huhh yoweslah tak balek disek".
(Loh aku kan tadi mau pulang, kenapa malah disini aja, huhh yaudahlah aku mau pulang dulu).
Tapi tiba-tiba
Perasaannya menjadi tak enak, hawa negatif mulai dia rasakan, bahkan kini lebih kuat, disertai hembusan angin kencang, menerpa ranting-ranting pepohonan sehingga menimbulkan bunyi gesekan yang kian berderit menambah kesan seramnya malam itu.
Niatnya yang semula hendak pulang ke rumah kini kembali tertunda, belum jauh dia melangkah untuk pulang, baru beberapa meter saja dari rawa itu.
Entah mengapa tiba-tiba kakinya seperti tidak bisa di gerakkan, mungkin hanya keram biasa, pikirnya saat itu.
Akhirnya dia terpaksa berhenti sejenak menunggu kakinya pulih, walaupun sebenarnya pikirannya mulai kalut, antara bingung, was-was, dan takut menjadi satu, namun dia berusaha bersikap tenang seraya berdoa dalam hati.
Bayangkan saja, saat ini dia sedang berada di sebuah rawa ditengah alas yang luas, pada malam hari tanpa ada satupun manusia yang menemani, dan jika terjadi sesuatu pun tak akan ada orang yang menolong ataupun sekedar melihatnya.
Itulah yang dia rasakan saat itu, nyali nya kini semakin menciut, samar-samar mulai terdengar suara desisan yang amat lirih.
Dia mulai menajamkan pendengarannya, barangkali hanya suara ranting pohon, tapi suara tadi memang benar-benar dia mendengarnya, seperti suara...
Ah mungkin hanya firasatku saja, ucapnya dalam hati, dia pun berfikir untuk segera pergi dari tempat itu, walaupun kakinya masih terasa keram.
Terpaksa kakinya dia gunakan untuk berjalan meskipun langkahnya terasa berat sekali, aneh memang atau mungkin malam ini adalah malam paling sial baginya.
Dengan susah payah dia berjalan, keringat dingin mulai bercucuran membasahi seluruh bagian kaus oblong yang dipakainya.
Dan kali ini entah mengapa hatinya seperti menyuruh agar jangan melihat keatas, namun rasa penasarannya lebih kuat, dengan hati berdebar disertai rasa takut dan penasaran.
Dia pun mulai mengarahkan senternya, pelan-pelan mulai dari depan agak keatas, keatas, keatas, daan...
Saat dia mendongak keatas, serasa jantungnya hampir saja copot dari tempatnya, tepat diatas kepalanya sudah berdiri makhluk yang sangat menyeramkan.
Meskipun dengan bantuan cahaya senter yang tidak seberapa, tapi dia masih bisa melihat dengan jelas, siapa makhluk itu.
Makhluk itu tak lain adalah seekor ular besar dengan kepala selebar pintu dan bola matanya yang besar berwarna hijau serta suara desisannya yang begitu jelas, entah seberapa besar tubuh makhluk itu, yang pasti sangat besar sekali.
Tubuhnya terasa bergetar hebat saat itu, keringat dingin mulai bercucuran, dalam pikirannya saat itu hanyalah keselamatan hidupnya.
Beruntungnya ular itu tidak mematuk atau memakannya langsung saat itu juga, seketika dia pun tersadar dan langsung berlari menjauh dari tempat terkutuk itu, kakinya yang semula keram kini terasa lebih ringan untuk berlari.
Yang bisa dia lakukan saat itu hanyalah berlari dan terus berlari, tak menghiraukan kakinya yang sudah baret-baret dan berdarah, menimbulkan rasa perih akibat terkena semak-semak berduri.
Entah sudah seberapa jauh dia berlari, mungkin sudah sangat jauh, nafasnya masih terasa ngos-ngosan, karena terus berlari.
Dan kini keanehan mulai terjadi lagi, antara sadar dan tidak sadar, dia melihat keadaan disekelilingnya seperti siang hari, pohon-pohon yang rindang terlihat sangat jelas, semak-semak belukar, kicauan burung-burung pun ikut terdengar.
Dia pun senang, dan tak perlu merasa ketakutan lagi karena semuanya sudah terlihat jelas, dan tidak ada lagi ular sialan itu disekitar sini.
Namun disisi lain dia menjadi bingung, mengapa keadaan berubah menjadi siang hari tanpa ada waktu subuh dan pagi hari.
Akhirnya dia pun duduk sejenak untuk istirahat sebentar, dan mulai berfikir positif, apa mungkin dia tertidur?, sehingga tidak menemui waktu pagi, pikirnya saat itu.
Ah, rasanya itu tidak mungkin, dan bagaimana bisa dia tertidur disaat sedang panik?.
Dan bahkan dia yakin sekali jika semalaman dia hanya berlari dan berjalan terus, tanpa berhenti sejenak untuk istirahat karena sudah saking paniknya, mengapa keadaan berubah begitu cepat, akal sehatnya mulai berfikir saat itu.
Keadaan yang semula menegangkan, dan berharap dia segera sampai rumah setelah berhasil pergi dari tempat itu, tapi kini keadaan malah menjadi semakin rumit dan penuh tanda tanya.
Apakah ini hanya mimpi?, ah, tidak ini bukanlah mimpi, sebenarnya dimana aku sekarang ini?
Pikirannya seolah buntu, tak dapat memastikan dimana dia sebenarnya, yang pasti mungkin saat ini dia tersesat entah dimana dan di alam mana.
Perlahan rasa sedih mulai hinggap dibenaknya, akankah dia bisa kembali atau bahkan terjebak ditempat terkutuk itu selamanya.
Beruntungnya, dalam keadaan seperti itu dia masih sadar siapa dirinya dan apa tujuan utamanya, dia merasa hatinya seperti berkata bahwa dia masih punya secercah harapan.
Seketika semangatnya bangkit kembali, perasaan negatifnya segera dia tepis begitu saja, dia yakin jika masih bisa kembali pulang, akhirnya dia pun berdiri dan mulai beranjak meninggalkan tempat itu.
Tapi sebelum itu tak lupa dia menyempatkan diri untuk berpamitan dan meminta maaf kepada siapapun penghuni tempat itu, serta terus berdo'a memohon perlindungan Allah Swt.
Dia terus melangkah dan terus melangkah, berjalan melewati rindangnya pepohonan, semak berduri dan daun ilalang menjadi saksi bisu perjalanannya.
Semburat harapan tersirat di raut wajahnya, disertai gerakan mulut yang tak henti-hentinya melafalkan do'a, yang mengiringi setiap langkahnya.
Rasa lelahnya sudah tak dia hiraukan lagi, kakinya yang baret-baret terkena semak-semak berduri menambah kesan perihnya perjalanan yang dia tempuh, belum juga mencapai tujuannya, karna dia sendiri memang tidak tau kemana arah jalan pulang.
Singkat cerita, setelah dia berjalan cukup lama, dia menemukan jalan setapak entah mengubungkan ke desa mana, dengan penuh keyakinan dia lewati jalan setapak itu dan berharap itu adalah jalan keluar.
Dan benar sekali, dari kejauhan terlihat seorang bapak-bapak berpakaian layaknya orang jawa jaman dahulu, sepertinya sedang mencari kayu bakar, buru-buru dia berlari menghampiri bapak itu.
" Ngapunten nggih pak, kulo bade tanglet, dalan arah ndeso P****** A*** teng arah pundi pundi nggeh, kulo bade wangsul ".
(Maaf pak, saya mau tanya, jalan arah desa P****** A*** kearah mana ya, saya mau pulang). Ucapnya dengan nafas yang masih ngos-ngosan saat berada didekat bapak itu.
Bapak itu tak langsung menjawab, melainkan hanya melihatnya dengan tatapan mata tajam, terasa ngeri mendapat tatapan seperti itu, baru setelah itu si bapak mulai berbicara.
" Tutno dalan iki lurus, mengko nek petuk pertelon menggok ning arah tengen, nek wes tekan ning perbatesan ndeso langsung bablas balek, ojo ninguk mburi lan ojo nekat mrene bengi-bengi meneh nek koe isek pingin urip Le ".
(Ikuti jalan ini lurus, nanti kalau ketemu pertigaan belok kearah kanan, kalau sudah sampai diperbatasan desa langsung bablas pulang, jangan nengok ke belakang dan jangan nekat kesini malam-malam lagi kalau kamu masih pengen hidup Le). Ucapnya kaku masih dengan tatapan tajamnya.
Setelah mengucapkan trimakasih, tanpa banyak basa basi lagi, dia pun bergegas pergi menyusuri arah jalan yang dimaksud oleh si kakek misterius itu.
Dalam hati dia berfikir bahwa perkataan si kakek tadi sepertinya bukan hanya sekedar petunjuk tetapi juga sebuah bentuk peringatan untuknya, terlihat dari mimik wajah dan tatapan mata tajamnya yang menggambarkan keseriusan.
Entahlah tapi yang jelas, dia sangat bersyukur karna tidak lama lagi dia akan segera sampai rumah, rasanya waktu berjalan terasa sangat lama sekali, atau mungkin hanya perasaannya saja.
Berjalan melewati jalan setapak yang terlihat dikanan kiri hanyalah pepohonan yang berjejer di sepanjang jalan, hawanya sejuk mungkin karna sinar matahari yang tidak dapat menembus rindangnya pepohonan itu, sesekali terdengar suara kicauan burung kutilang, menambah kesan alamnya yang masih terlihat sangat asri.
Meskipun sudah terasa sangat lama dia berjalan dan berjalan terus menyusuri jalan setapak itu.
Namun, disepanjang perjalanan sama sekali belum terlihat pertigaan jalan yang dimaksud si kakek, sedikit ada perasaan kecewa dihatinya.
Dia pikir akan segera sampai tapi yang dia lihat hanyalah pepohonan, sepertinya dia memang tersesat di alas besar atau hutan belantara yang luas ini.
Tapi tunggu dulu, jika dia tersesat di hutan belantara ini, lalu dimana tempat tinggal kakek tadi, padahal sejauh dia melangkah tidak terlihat adanya rumah atau gubuk satupun.
Dan mengapa kakek itu harus jauh-jauh masuk ke dalam hutan hanya untuk mencari kayu bakar, ah rasanya itu tidak masuk akal, jika dilihat dari penampilannya yang sedikit aneh seperti orang kuno, sepertinya kakek itu bukanlah manusia biasa, pikiran negatifnya mulai bermunculan satu persatu.
Tak mau menambah beban pikirannya, dia pun tak terlalu menggubris keanehan demi keanehan itu, mungkin saja kakek itu sudah sering kesini sehingga mudah keluar masuk ke hutan ini bila ingin mencari kayu bakar, mencoba berpikir positif.
Tenggorokannya terasa kering dan perutnya pun sudah mulai keroncongan, walaupun begitu dia tak merasa putus asa, di laluinya jalan setapak itu dengan penuh kesabaran, sesekali dia melantunkan sholawat nabi sebagai teman langkahnya.
Tidak banyak yang dia harapkan dari pengalamannya kali ini, cukup dia bisa sampai dirumah dengan selamat, bisa dikatakan ini adalah pengalaman terburuk baginya, dan dia berjanji hal ini tak akan terulang kembali dalam hidupnya, ucapnya di relung hatinya yang terdalam.
Waktu terus berlalu dan akan terus berlalu, dan tanpa disadari ternyata dia sudah mencapai di pertigaan, barulah dia tersadar saat sebuah batu menyandung kakinya.
Simpang tiga, atau lebih tepatnya pertigaan jalan, dia kembali teringat perkataan si kakek bahwa dia harus berbelok kearah kanan, berhenti sejenak untuk memastikan apakah dia salah lihat atau tidak, dan tidak salah lagi ini pastilah jalan yang dimaksud si kakek.
Jalan yang berbelok kearah kanan itu terlihat senyap dan sepi, berbeda dengan jalan kearah kiri yang sepertinya terlihat ramai, tak luput dari suara sapi dan suara binatang ternak lainya, yang menandakan disana ada sebuah perkampungan.
Keyakinannya mulai goyah, antara menuruti petunjuk si kakek misterius itu atau menurut penglihatannya sendiri.
Disaat dalam keadaan penuh kebimbangan, lagi lagi hatinya selalu meyakinkan dan seolah menyuruhnya untuk berbelok kearah kanan saja sesuai petunjuk kakek itu.
Kali ini dia pasrah, dan berharap mudah-mudahan inilah pilihan yang tepat untuknya.
Senyap sepi, namun terkesan terang, entah karna siang hari ataupun ada hal lain, disini dia bisa merasakan hatinya mulai tenang dan tidak merasakan ada hawa negatif disekitarnya.
Tak berselang lama, tiba-tiba didepannya muncul cahaya putih yang menyilaukan mata, seketika itu pula dia merasakan kepalanya sangat pusing, keadaan disekelilingnya terasa berputar lebih tepatnya seperti tersedot kearah cahaya putih itu, kejadian demi kejadian seketika muncul dalam ingatannya, mulai dari awal dia datang dan berakhir ditempat ini, setelah itu semuanya gelap dia tidak ingat apa-apa lagi.
Saat tersadar, pelan pelan dia mulai membuka matanya, kembali dia dibuat terkejut saat mendapati dirinya sudah berada dipinggir jalan yang masih berbatu, dikejauhan terlihat lampu-lampu dirumah warga yang masih menyala.
Samar-samar mulai terdengar kumandang suara azan subuh, seketika dia langsung berlari sekencang-kencangnya tanpa berani menoleh ke belakang.
Tak butuh waktu lama dia sudah sampai di perumahan warga itu, ternyata dia sudah berada di RT sebelah, yang lumayan jauh dari rumahnya.
Saat melewati masjid buru-buru dia mampir, dan cepat-cepat mengambil wudhu lalu ikut melaksanakan sholat subuh bersama jama'ah sholat lainya, tak lupa dia mengucap rasa syukur berkali-kali, karna masih diberikan keselamatan hidup.
Karna kelelahan dia tertidur di masjid, pada pagi harinya barulah dia dibangunkan oleh salah warga disitu.
Merasa badannya masih terasa lemas akhirnya dia pun meminta tolong orang itu untuk mengantarkannya pulang, dan kebetulan orang tersebut tidak keberatan.
Singkat cerita sampailah dia dirumahnya, seluruh tubuhnya terasa lemas, badannya panas, kepalanya terasa berat sekali, bahkan ketika turun dari motor terlihat sempoyongan, dengan sigap orang yang telah mengantarnya pulang memapahnya hingga masuk ke dalam rumah.
Tetangganya yang melihat segera menghampiri dan menanyakan keadaanya, karna tidak biasanya Lik Sunawan seperti itu.
Jika ditanya dia hanya menggumam tidak jelas, tetangganya mengira dia sedang sakit tetapi saat diperiksa dokter dia tidak sakit apa-apa.
Merasa ada yang tidak beres, para tetangganya segera meminta bantuan pada ustadz terdekat, dan setelah dibacakan do'a-do'a barulah keadaanya sedikit membaik, minimal sudah bisa berbicara.
Dia pun mulai menceritakan semua kejadian demi kejadian yang menimpanya, semua orang yang mendengarnya terkejut seraya bergidik ngeri saat membayangkannya.
Menurut keterangan pak ustadz saat Lik Sunawan pergi memancing, yang dia datangi itu bukanlah rawa biasa melainkan rawa yang sudah menjadi tempat tinggal atau hunian para lelembut, dan mungkin ular raksasa itulah yang memiliki kawasan tersebut, prihal dia tersesat pada malam hari lalu keadaan berubah menjadi siang hari secara tiba-tiba, kemungkinan dia sudah masuk di dunia para lelembut, dan kakek misterius itu adalah jin muslim yang memberinya petunjuk untuk membantunya keluar dari dunia para lelembut, dan cahaya putih itulah perpindahan dari dunia lelembut ke dunia nyata karna kekuatan para lelembut itu telah melemah tatkala memasuki waktu subuh, kurang lebih seperti itulah gambaran penjelasannya.
Saya yang mendengarnya saja cukup dibuat merinding, tidak sanggup membayangkan bagaimana rasanya jika ada di posisi Lik Sunawan saat itu, semenjak kejadian itu dia tidak berani lagi memancing dimalam hari walau ada yang menemaninya sekalipun, dan alhamdulillah sekarang pekerjaannya sebagai tukang service elektronik.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar