KHODAM PAHLAWAN
# Kisah nyata.
Kisah ini terjadi menjelang akhir 2010. Waktu itu menjelang maghrib, pamanku datang membawa air doa dalam wadah toples yang sudah dicampuri bebungaan. Ia memintaku mengantarkannya ziarah ke makam bapaknya ( kakekku ) di komplek pemakaman makbaroh kidul ( belakang pondok pesantren Kebon Jambu Babakan-Ciwaringin ).
Di komplek pemakaman ini ada jejeran kuburan tua yang di pagari khusus dengan batu bata yang di semen setinggi lutut. Sepertinya kuburan keluarga atau kelompok. Di antara beberapa kuburan itu ada satu kuburan yang di keramatkan oleh warga. Peziarah tidak ada yang berani melewati kuburan keramat itu. Memilih ambil jalan memutar untuk menghindari "kesambet" ( terkena gangguan ghaib ).
Sampai di komplek pemakaman, aku diingatkan paman untuk jalan memutar, jangan melewati kuburan keramat itu. Mendengar kuburan keramat, akupun penasaran dan tidak mengindahkan himbauan pamanku. Aku justru melewati kuburan keramat itu dan mengusap batu nisannya yang ukiran namanya tertutup debu tebal bermaksud ingin tahu namanya sambil bergumam dalam hati.
"Ini kuburan siapa, Kok dikeramatkan?"
Terukir di batu nisan ( yang bentuknya tidak sama dengan kuburan umumnya ) sebuah nama R. NING. BADARIAH wafat 1939.
"Gus, cepat ke sini." Seru pamanku yang sudah di depan kuburan bapaknya.
Aku segera bergegas dari kuburan keramat itu menghampiri pamanku.
"Dibilangin jangan macam-macam sama kuburan keramat itu. Nanti kamu kesambet." Gerutu pamanku.
Aku tidak berkomentar apa-apa. Langsung duduk bersila di atas tikar kecil yang disiapkan pamanku dan membacakan tahlil.
*******
Pulang ziarah, aku merasakan merinding, merasakan aura yang berbeda. seperti ada yang mengikuti. sampai rumah aku langsung ambil wudhu dan sholat maghrib di kamarku. saat wirid tetiba pundakku merasakan beban berat, seperti di tindih sesuatu. tahu ada yang tidak beres menimpaku. Akupun membaca ayat kursi. baru beberapa ayat tetiba ada suara sosok tua membentakku bil ghoib.
"Jangan melawan!!!". Bentaknya
"Apa salahku?" Tanyaku dengan bahasa hati.
"Nanti kamu akan tahu kesalahanmu". Jawabnya dengan suara tegas.
Akupun pasrah. tidak melanjutkan bacaan ayat kursi dan membaringkan tubuhku di atas sajadahku. dari belakang kepalaku, aku merasakan hawa hangat, perlahan turun ke leher, punggung dan berhenti diperutku. seperti ada putaran angin dalam perutku. langit-langit kamarku mulai memudar, sejurus kemudian gelap.
Tak lama kemudian, sukmaku berada kembali di komplek pemakaman kakekku. posisiku berdiri seorang diri. tidak ada siapa-siapa. tidak ada suara, angin, atau aroma, semuanya hampa. namun aku dapat merasakan apa yang aku lihat itu nyata. dedaunan, pohon atau pekuburan. semuanya tampak jelas dan nyata, bukan gambar visual seperti foto atau lukisan. Aku terkejut karena mendapati diriku sendiri yang sedang mematung di dekat batu nisan R. NING. BADARIAH. dan melihat pamanku yang juga mematung di dekat kuburan ayahnya. Aku bertanya-tanya dalam hati.
"Apa yang sebenarnya terjadi?."
"Itulah kesalahanmu". Jawab sosok tua yang membentakku di kamarku tadi. sosok itu serta merta tepat berada di samping kananku yang tengah berdiri kebingungan. pakaiannya serba hitam ala pendekar pasundan lengkap dengan ikat blangkon khas sunda. tubuhnya kurus namun masih tegap. rambut, alis dan jenggotnya sudah memutih. Perkiraan usia 70 atau 80 tahunan.
"Kamu tidak tahu terima kasih pada sosok yang berjasa besar untuk kampungmu yang sekarang dinamakan Desa Babakan". Katanya
"Kalau bukan karena jasa beliau di kampungmu tidak akan ada pesantren. tidak akan ada sekolah." Sambungnya.
"Sekarang sudah enak. bisa ngaji dan sekolah dengan tenang. salah satunya adalah berkat perjuangan beliau mengusir penjajah". Lanjutnya.
Aku hanya menunduk. seperti seorang cucu yang dimarahi kakeknya. Aku tidak berani menatap wajahnya yang berwibawa itu, tampak tegas dan berani.
"Kamu harus minta maaf pada beliau". Serunya.
"Maaf, Ki. sampean siapa?" Tanyaku dengan wajah masih menunduk
"Saya khodamnya!!!". Jawabnya dengan suara keras.
"Pejamkan matamu. Saya akan perlihatkan keadaan kampungmu zaman dulu." Perintahnya.
Akupun memejamkan mata. Tak lama kemudian sosok tua itu menyuruhku kembali membuka mata.
Aku langsung terbelalak begitu menyaksikan keadaan yang sangat mengerikan. Tanah yang tadinya adalah komplek pemakaman. Mendadak menjadi sebuah pemukiman warga. Kobaran api dimana-mana. Mayat tergeletak dan berserak. aroma anyir darah dan daging manusia yang terbakar menyengat indra penciumanku. Suara tangis anak kecil, jeritan perempuan dan rintihan orang-orang sangat menyanyat hati. Semuanya mencekam dan porak poranda.
Tepat di depanku, bertekuk lutut seorang pria muda dengan kedua tangan terikat ke belakang. Wajahnya dipaksa menunduk. Istrinya menangis histeris di pegangi empat tentara jepang. Ia tak kuasa menyaksikan suaminya yang akan di eksekusi mati dengan cara di penggal kepalanya dengan pedang katana ( samurai ).
Setelah mendapatkan komando dari atasannya, sang eksekutor mengayunkan pedangnya menebas leher belakang pria naas itu. Sekali tebas, putuslah kepala pria itu terpisah dari badannya dan jatuh ke tanah. Darah segar mengalir dari pangkal leher yang tak berkepala itu. Istrinya seketika lemas menyaksikan suami tercintanya tak lagi bernyawa.
Empat tentara yang memeganginya menyeretnya ke dalam sebuah rumah geribik. Tubuh moleknya di hempaskan ke lantai yang masih berbentuk tanah. Kebaya dan kain jariknya di lucuti tanpa perlawanan. Wajah perempuan muda itu tampak putus asa. Nyawanya seperti ikut terlepas bersamaan terlepasnya kepala suaminya. Ia diperkosa bergilir empat tentara jepang dalam keadaan mata terbuka namun tatapan kosong. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak atau meronta. Bibirnya beberapa kali diciumi paksa oleh empat tentara bejat itu. Buah dadanya memerah di remas dengan kasarnya. Wajahnya tetap datar. Pandangannya kosong. Hanya bulir-bulir air mata dari sudut netranya yang tampak mengalir.
Setelah puas melampiaskan nafsu bejadnya. Empat tentara jepang itu tertawa terbahak-bahak sambil membetulkan posisi celananya masing-masing. Sementara perempuan yang diperkosanya masih tergolek telanjang dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Atasan mereka memberi perintah pada salah satu bawahannya untuk eksekusi mati perempuan yang barusan diperkosanya. Salah satu tentara mengambil pistol dari sabuknya. tentara bengis itu menyeringai. Memasukkan moncong pistolnya ke lubang kewanitaan perempuan yang sudah tak berdaya itu. Kemudian...
"DOOORRRR!!!!"
Keempat manusia laknat itu kembali tertawa terbahak-bahak merasa puas atas kemungkaran yang telah diperbuatnya terhadap orang-orang lemah yang tak berdaya.
Sementara aku, hanya bisa menyaksikan tanpa mampu berbuat apa-apa. Darahku mendidih, marah, sedih. bercampur aduk perasaanku menyaksikan gambaran kekejaman para penjajah atas pribumi. Aku menangis sejadinya menyesali diriku sendiri yang tak mampu berbuat apa-apa.
Lamat-lamat terdengar dernyitan suara putaran kipas angin plafon kamarku. Perlahan aku membuka mataku. Tubuhku lemas. Penuh keringat. Merasakan haus yang teramat sangat. Perlahan aku mencoba bangkit untuk ambil air minum. Satu gelas besar air putih aku tenggak habis saking hausnya.
*******
Keesokan harinya, aku ceritakan pengalaman kesambetku pada salah satu putra Kyaiku. Dari beliau aku mendapatkan informasi bahwa kuburan keramat itu adalah kuburan pahlawan utusan dari kesultanan Cirebon. Masih garis keturunan Sunan Gunung Jati. Gugur syahid di Desa Babakan dan dikuburkan di pemakaman umum Desa Babakan. Beliau menyarankanku untuk menziarahi kuburan Pahlawan itu sebagai bentuk permohonan maafku atas kelancanganku yang tidak tahu unggah-ungguh dan tata krama terhadap kuburan Pahlawan yang berjasa untuk kampungku yang saat ini ku tempati.
*******
Semoga dengan kisah pengalaman kesambetku ini bisa diambil hikmahnya. Bahwa sudah sepatutnya kita saling menghormati sekalipun terhadap penghuni kubur. Unggah-ungguh tatakrama itu berlaku untuk siapa saja dan kepada siapa saja. Termasuk kepada orang yang jasadnya telah mati dan sudah terkubur.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar