Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

AKU TINGGAL DI RUMAH BERHANTU

Sabtu, 24 Oktober 2020 | Oktober 24, 2020 WIB Last Updated 2020-11-04T07:52:55Z
D'sigit Ardyansyah

· #CERITAMISTERI #KISAHNYATA AKU TINGGAL DI RUMAH BERHANTU 

Sebuah rumah, seharusnya menjadi tempat paling nyaman di bumi ini. Sebuah tujuan saat kita akan kembali.

 Tempat yang rasanya paling dirindukan saat bepergian. Entahlah, aku sendiri masih bingung apakah hal-hal tersebut berlaku juga bagi rumahku. Saat ku tulis cerita ini aku masih ada di rumah ini. Sebuah rumah yang dulu ramai dengan anggota keluargaku yang lain. Rumah yang juga menjadi tempat berkumpulnya banyak tawa canda dan haru bahagia bercampur cerita sedih di dalamnya. Jika kutulis banyaknya pengalaman mistis yang ku alami di rumah ini mungkin akan menjadi sebuah judul 1 buku baru.

 Tetapi kali ini akan aku coba ceritakan dengan sepadat mungkin kisahku. Akan ku rangkum banyaknya pengalaman itu ke dalam 1 cerita ini. 

Tapi jika memang dirasa masih belum bisa seringkas itu, cerita ini akan kubuat ke dalam beberapa bagian. 

Rangkuman 11 tahun aku hidup dan bernafas di rumah itu. Sebelas tahun lalu, ayahku memutuskan untuk pindah dan pensiun dari kerjanya guna menjalani sebuah fase yang menurutnya adalah fase baru bagi hidupnya. Usia ayah dan ibu yang memang sudah masuk ke usia-usia senja.

 Dimana dalam fase ini ayahku berpikir akan lebih baik jika memiliki tempat tinggal yang agak jauh dari kota dan memulai usaha sendiri di area tempat tinggalnya.

 Mungkin karena pada dasarnya ayahku (dan juga ibuku) memang terlahir dari golongan kaum petani dan berasal dari desa sehingga berpikiran seperti itu. 

Dia berpikir saat masuk ke usia ini sudah waktunya bersantai di rumah kampung dan mengurusi usaha ternak dan ladang di lahan sendiri. Dan tidak lagi menjadi seorang pekerja yang selalu menggantungkan hidup pada gaji bulanan dan membuang tenaga untuk sebuah 

perusahaan orang lain. Berawal dari membeli sebidang tanah di daerah pinggiran Tangerang, ayah membangun sebuah rumah yang tidak mewah tetapi cukup besar untuk kami tinggali berempat bersama Ibu, aku dan 1 orang adikku.

 Aku juga masih mempunyai seorang abang, tapi dia sudah menggantungkan hidupnya sendiri karena sudah memiliki pekerjaan di Jakarta dan memilih tinggal disana.

 Khas keturunan perantau yang jika sudah siap akan memisahkan diri dari keluarga utamanya.

 Di lingkungan baru ini kami sedikit terasing dari orang-orang sekitar. Karena ayah membangun rumahnya di posisi pojok sebelah yang jauh dari barisan rumah-rumah warga lainnya. 

Biar ku gambarkan sedikit peta rumah dan tanah tempat tinggalku. Jadi awalnya ayah membeli sebuah bidang tanah yang luas namun posisinya mentok ke sawah. Di area sebelah timurnya adalah areal persawahan yang sangat luas, tidak ada rumah orang disana. Sebelah selatan berbatasan dengan sebuah sungai yang cukup besar dan banyak airnya. Posisi sungai itu dipinggiran jalan raya. 

Jadi jika aku seberangi sungai itu barulah aku bisa mencapai jalan tersebut. Disebelah utaranya berbatasan dengan sebuah areal perkebunan warga yang ditanami beberapa jenis sayur dan pohon pisang. Ada juga sebuah pohon nangka yang posisinya tepat di depan pagar rumahku karena rumahku dibuat menghadap ke utara. Pohon nangka itu masuk ke areal perkebunan itu namun posisi diujung sehingga lebih dekat ke arah rumahku. 

(Ada cerita mengerikan nanti di pohon ini) Kemudian barulah di sebelah baratnya adalah perkampungan warga. Perkampungan yang tidak besar dan letaknya masih dipinggiran kota jadi tidaklah begitu "kampung" amat, begitulah kiranya.

 Yang aku bingung adalah posisi ayah menetapkan bangunan rumah kami yang bukannya di posisi terdekat dengan perkampungan namun justru mendekat ke arah sawah di sebelah timur. Dan karena tanah yang kami miliki luas alhasil jarak rumahku dengan tetangga terdekat sekitar 100 meteran.

 Lumayan jauh dari rombongan rumah-rumah di kampung itu yang bangunannya saling menempel antara rumah satu dengan lainnya. Gimana? Sudah tergambar posisi rumahku di bayangan kalian ? Dengan konsep yang seperti itu rumahku jadi terlihat terasing. Bisa dibilang posisinya ada di tengah-tengah sawah, kebun dan kali. 

Jarak antara rumahku dengan kali itu lumayan jauh lagi, sekitar 200an meter. Lagi-lagi karena area tanah kami ini yang luas. Ibuku yang sebelumnya tinggal di komplek perumahan dan tiba-tiba harus tinggal di tempat seperti itu bahkan menjadi orang yang paling takut dengan rumah baru ini. 

Karena suasana sepi ini yang tidak biasa. Jika malam tiba, di areal itu satu-satunya penerangan hanyalah dari rumahku. 

Menjadi sangat mencekam jika matahari sudah terbenam karena suasana sekitar kami yang gelap dan dipenuhi bunyi suara alam seperti jangkrik, kodok dan hewan-hewan lainnya. 

Sekedar informasi, di rumah lama kami dulu di kota, Ibuku pernah mengalami gangguan penyakit yang sekarang sering kita sebut dengan santet, teluh atau guna-guna. Semenjak terkena gangguan itu (tapi alhamdulillah sudah sembuh saat kami pindah kesini) ibuku menjadi peka penglihatannya dengan makhluk-makhluk yang tak kasat mata. Aku seringkali diceritakan apa saja makhluk yang pernah dia lihat. 

Sayangnya aku belum pernah sama sekali melihat langsung makhluk-makhluk itu (saat itu, saat kami belum pindah ke rumah ini). 

Malam pertama kami di rumah itu masih sangat normal, mungkin karena kondisi lelah akibat sibuknya dengan berbagai barang dan perabotan yang kami urus.

 Kami sekeluarga ketiduran tanpa aba-aba karena saking lelahnya. Yang aneh adalah saat aku bangun di tengah malam untuk buang air kecil, sayup terdengar dari arah halaman belakang rumah suara anak ayam. Kedengarannya bukan hanya seekor karena suaranya bersahut-sahutan. 

Bagaimana mungkin ada suara anak ayam? Sedangkan kami sama sekali tidak memilikinya. Jika memang punya tetangga pasti tidak mungkin juga karena ayam adalah binatang yang memiliki kelemahan penglihatan saat malam hari. 

Dan ini hanya suara anakannya saja, biasanya anak ayam yang berkeliaran pasti didampingi induknya. Dan suara induknya harusnya juga terdengar. 

Tapi ini tidak, hanya suara gemericik anak ayam saja yang ada. Orang bilang, suara anak ayam saat malam hari itu adalah pertanda adanya kehadiran sosok hantu wanita. Aku jadi teringat tentang itu. Ah, tapi kuabaikan saja hal itu karena memang aku yang sudah kebelet untuk ke kamar belakang. 

Pikirku, bodo amat lah.. Mungkin memang ayam tetangga. Dan ku segerakan hajatku di toilet lalu kembali tidur. "Baru pindah ya pak ? Kok berani ya bikin rumah disini ?" Sayup ku dengar suara seorang bapak tua dari luar rumah. Ku tengok ke arah suara itu ternyata memang ada seorang laki-laki tua yang sedang mengobrol dengan ayahku. "Iya Bah, kami sekeluarga dari Serang" jawab ayahku ramah. 

Oh iya, hati-hati pak. Orang-orang di kampung ini bilang kalau tanah ini ANGKER !! 

" Ujar si bapak tua itu yang tiba-tiba berkata aneh seperti itu dengan logat khas penduduk pinggiran kota yang ceplas-ceplos. "Ah, si Abah bisa aja. Disini enak kok.

 Suasananya tenang dan kalau malam suara kodoknya itu bikin enak tidur" jawab ayahku tidak mengindahkan ucapan si Abah tua. Lalu mereka pun berbincang banyak hal. Aku tidak terlalu memperhatikan karena memang obrolan orang tua. Yang aku pikirkan hanyalah kata-kata di Abah itu tadi tentang tanah yang angker. 

Apa bener begitu ? Aku memang merasa secara penglihatan awam, tempat ini memiliki 2 sisi yang berbeda. Saat siang pemandangan areal persawahan dan banyaknya pohon-pohon membuat hati merasa nyaman dan tenang. Juga udaranya yang masih sangat alami membuatku merasa hidup akan bertambah panjang karena udaranya sehat. Tapi saat malam, semua pemandangan ini akan terhapuskan oleh bayang-bayang kegelapan dan bunyi angin yang melalui daun-daunan itu membuat suasana mencekam yang khas.

 Jika memang angker, pastilah suasana itu tergambar dari pemandangan malamnya itu. Aku yang dari kecil memang terbiasa dengan kehidupan ramai di perumahan kota agak takut juga dengan keadaan yang seperti ini. Malam ini kami membuat api unggu di halaman belakang rumah. Dengan ini secara tak tersyirat dimulailah petualangan kami sekelurga di tempat baru yang asri. Ibuku membuat barbeque ayam dan suasana tawa riang pun mengalun diatara kami. 

Kami semua sedang asyik menyantap ayam bakar di depan tv saat jelas ku dengar.. "Aaarrgghhh..." Itu suara ibuku berteriak. 

Kami semua langsung menyongsong ke arah suara itu. Ibuku memang masih berada di halaman belakang saat itu. "Ada apa ?!" ayahku bertanya sambil berlari. "Gak tau Yah, itu suara Ibu" jawabku panik.

 Setibanya di halaman belakang yang terlihat adalah ibu yang sedang menutup matanya dan menundukan kepala di lututnya dalam posisi duduk. "Ada apa ?" ayahku bertanya ke ibu sambil mengangkatnya bangun berdiri.
Ibu menjawab dengan terbata-bata dan terlihat sangat ketakutan. Ibu bilang saat dia sedang bermaksud mematikan api, dari arah kebun di belakang pekarangan rumah terlihat sebuah sosok binatang atau lebih tepatnya seperti anjing tapi ukurannya sangat besar. Dari gambarannya mungkin seukuran sapi, katanya. 

Yang lebih menyeramkannya lagi, 

binatang itu memiliki sorot mata merah tajam dan menatap galak ke arah ibu. Menurutnya keadaan langit malam yang sedang bulan purnama ini tidak mungkin membuatnya salah lihat.
Sosok itu sangat nyata dan seakan bermaksud menyerang ke arah ibu. 

Binatang apa yang seperti itu ? Aku sontak merinding ngeri saat itu. Ayah yang mendengar pengakuan ibuku itu tidak membantah sama sekali dan langsung mengambil senternya lalu segera berniat memeriksa ke tempat dimana ibu melihat binatang itu tadi. Aku hanya bisa mendekap erat adikku yang juga sudah kelihatan sangat ketakutan. "Masuk semuanya, Hardi bawa ibumu ke kamar !!" perintah ayah sangat serius.
Aku tidak membantah sama sekali dan langsung menggiring ibu dan adik ku masuk ke dalam rumah. Ayahku memang bukanlah orang yang penakut. 

 Bersama ibuku dulu saat muda seringakali diceritakan bahwa ayah adalah laki-laki pemberani yang suka keluyuran malam di kampung dulu waktu muda. Sehingga aku tidak heran melihat ayah yang dengan sigap langsung berlari mencari sosok yang dimaksud oleh ibu dan bukannya takut dan menghindar.

 Ayah juga tidak pernah ragu dengan kata-kata ibu tentang hal yang aneh-aneh. Sudah kuceritakan sebelumnya bahwa ibu menjadi peka dengan hal-hal yang tak kasat mata setelah menderita sakitnya dulu itu. 

Anjrit, baru malam kedua dan kami sekeluarga sudah mendapatkan salam dari penghuni tanah ini. Aku lemas memikirkan itu. Sama halnya dengan ibu dan adikku, aku hanya terdiam membisu bersama mereka di kamar.

 Menunggu kedatangan ayah yang membawa berita makhluk apakah itu. Sekitar 10 menitan pintu belakang berbunyi dan terbuka. Ayah masuk dengan senter di tangan kirinya dan sebuah golok di tangan kanannya. "Apa mas ?" tanya ibuku khawatir. "Gak tau. Udah diperiksa kemana-mana gak ada apa-apa. 

Bener kamu tadi lihat yang begituan ?" jawab ayahku balik bertanya dengan nafas yang cukup ngos-ngosan. "Aku gak mungkin salah lihat. Bulan terang banget. Kamu gak percaya sama aku?" ibuku terdengar memelas berkata. Memang suasana bulan purnama ini membuat pemandangan malam menjadi beberapa kali lebih terang dari malam biasa. 

Bukan gak percaya. Yaudah coba sekarang bawa Maya tidur sana. Istirahat udah malem. Nanti aku sama Hardi jaga-jaga di ruang tamu" ayah berkata menenangkan ibu.
Tapi, apa ?!! Aku diajak jaga ? Apakah ayah tidak menyadari raut wajahku yang sekarang juga mulai ketakutan ? Untungnya yang dimaksud ayah berjaga adalah tidur lebih malam.

 Kami berdua menonton tv di ruang tamu dan memastikan ibu dan adikku sudah tidur lebih dulu. "Di, udah tidur sana, matiin tv nya" ayahku memerintah sambil mulai membenarkan bantalnya.
Ayah malam ini rupanya akan tidur di ruang tamu. Aku hanya menurut dan bersiap ke kamar untuk tidur juga karena jam sudah menunjukan jam setengah 12 malam.
Kembali terulang kejadian kemarin, saat aku terbangun untuk kencing. Suara sayup-sayup anak ayam kembali terdengar dari arah halaman belakang.
Lagi-lagi aku mengabaikannya dan tidak memikirkan yang aneh-aneh. Kulihat ayah juga sudah tertidur dengan lampu ruang tamu yang sudah dimatikan. ~~~~

 Note : Ternyata emang gak cukup diceritakan dengan 1 cerita. Oke kalo gitu aku akan buat cerita ini menjadi beberapa part. FYI, ini adalah cerita nyata keluargaku sendiri.
Aku ceritakan dari sudut pandang adikku karena memang dialah yang tau betul keadaan rumah ini mulai dari awal pindah sampai hari ini dia tinggal sendiri di rumah itu. Aku yang sebagai kakak tertua jarang sekali ada di rumah karena kesibukanku bekerja di Jakarta dan memilih kos disana.

 Cerita ini dibuat berdasarkan beberapa obrolan kami berdua saat bertemu. Kurekam di kepalaku dan kutuangkan lewat kata-kata di tulisanku ini. Oya, nantinya bakal terkuak soal suara anak ayam yang setiap malam di dengar oleh adikku saat mulai jam 2 malam. Juga tentang pohon nangka yang ada di depan rumah dan banyak lagi cerita mengerikan di rumah itu. See you next story..
Penulis : Sigit Ardyansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Cerita Terbaru Update