Sewaktu
aku masih kecil, aku bersama keluarga tinggal disebuah komplek
perumahan yang terletak di kota jakarta. Kota yang bisa disebut sebagai
kota “serba”, serba macet, serba sibuk, bahkan yang ekstrim yaitu serba
politik. Rumahku saat itu berada di komplek perumahan saat yang berada
tidak jauh dari Mall Taman Anggrek. Kami memilih perumahan itu karena
keamanan dan fasilitas umumnya yang lengkap. Hampir disetiap blok selalu
ada taman, masjid dan pos satpamnya. Karena letaknya yang strategis dan
dekat dengan fasilitas yang lain, taman itu selalu dikunjungi oleh
warga sekitar. Taman itu selalu ramai oleh warga saat pagi hari untuk
berolah raga dan sore hingga malam setelah kami pulang dari masjid.
Karena ramai pengunjug, tak heran banyak pedagang mengais rejeki
disekitar taman itu.
Beraneka
ragam makanan yang didagangkan oleh para pedagang disekitar taman itu.
Namun dari sekian banyak makanan disitu, aku lebih tertarik membeli
ketupat sayur. Kebetulan yang menjualnya adalah seorang kakek-kakek.
Ketupat sayurnya sangat enak sekali, bahkan aku telah menjadi langganan
tetapnya. Aku memanggil kakek-kakek itu dengan panggilan engkong,
panggilan orang betawi untuk kakek.
Namun
ternyata aku tinggal tak lama perumahan itu. Ketika SMP aku harus
pindah dari perumahan itu. Setelah pindah aku mencari ketupat sayur
ditempat lain tapi tidak ada yang seenak buatan engkong. Hal itu
membuatku semakin rindu dengan ketupat sayur buatan engkong. “ufuk
dicinta ulam pun tiba”, akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mencicipi
lagi nikmatnya ketupat sayur engkong. Terpikirkan olehku, mengapa tidak
liburan dirumah tanteku saat liburan sekolah nanti. Aku segera meminta
ijin orang tuaku untuk berlibur di rumah tanteku dan mereka
mengijinkan. Kebetulan tanteku juga tinggal diperumahaan tempat aku
tinggal dulu.
Aku pun berlibur di
rumah tanteku, dan pastinya sudah tidak sabar mencicipi ketupat sayur
buatan engkong. Saat subuh, aku telah bangun dan bersiap untuk mengisi
waktu dengan jogging di taman tempat engkong biasanya berjualan. Aku
menunggu engkong dengan tidak sabar sambil duduk-duduk di sekitar taman.
Tak lama berselang, gerobak ketupat sayur yang berwarna coklat pun
terlihat tidak jauh dari taman. Gerobak itu berjalan ke arah taman, aku
memperhatikan pedagangnya yang mendorong gerobak itu. Ia menggunakan
topi koboi berwarna abu-abu yang sedikit lusuh. Ia juga menggunakan
kemeja berwarna biru pudar seperti telur asin dan celana panjang yang
warnanya biru tua. Tidak lain dan tidak bukan, ciri-ciri pedagang itu
adalah si engkong.
Dari jauh aku
telah senyum-senyum sendiri melihat engkong datang ke arahku. Aku yakin
engkong juga melihatku, tetapi ia diam tidak membalas senyumanku.
“mungkin engkong kurang jelas melihatku” gumamku dalam hati. “Apa kabar
engkong?” sapaku setelah engkong berhenti tepat di depanku. Engkong
kembali terdiam tidak membalas sapaanku. “apa engkong lupa sama aku? Kan
baru beberapa bulan aku pindah dari sini” aku bergumam dalam hati.
Tanpa pikir panjang, aku segera memesan seporsi ketupat tahunya. Setelah
selesai aku pun segera membayar dan pulang. Tadinya aku mau mengobrol
sebentar dengan engkong namun karena engkong sepertinya tidak
mengenaliku maka aku memutuskan untuk pulang.
Setelah
sampai di rumah, aku bertemu dengan tanteku yang kebetulan juga baru
pulang dari pasar. “dari mana tadi?” tanya tanteku. “tadi habis makan
ketupat sayur engkong” jawabku. “sekarang anaknya ya yang jualan” ujar
tanteku sambil mengeluarkan belanjaannya. “nggak kok masih engkong yang
jualan” jawabku. Mendengar jawabanku, tanteku langsung diam sejenak dan
menatapku. “ah engkong yang mana? Ketupat sayur langganan kamu kan?
Sekarang anaknya yang ganti jualan” ujar tanteku meyakinkanku. “beneran
engkong kok tan, aku lihat sendiri kok engkong yang layani dan buatin
ketupat sayurnya” jawabku dengan ngotot. “Ah salah kali kamu” jawab
tante ane dengan wajah tidak percaya. “ si tante gak percaya, engkong
beneran kok. Engkong yang suka pakai topi koboi abu-abu” jawabku lebih
ngotot.
Tanteku benar-benar berhenti
dari aktifitasnya membereskan sayur yang telah dibelinya tadi. “Engkong
itu sudah meninggal, sekitar 2 bulan yang lalu. Sekarang yang ganti
jualan anaknya. Waktu itu tante tanya sendiri ke anaknya” Tanteku
berusaha meyakinkanku. Aku tidak percaya dengan tanteku dan yakin bahwa
apa yang aku lihat tadi adalah benar-benar engkong.
Aku
pun segera memastikan kebenarannya dengan mengajak tanteku menuju taman
tempat aku membeli ketupat sayur tadi. Dari jauh aku masih melihat
gerobak berwarna coklat milik engkong. Namun kala itu bukan engkong yang
melayani pembelinya namun seorang bapak-bapak berumur sekitar 45
tahunan. Aku pun memandangi tanteku dan berkata “Sumpah tan, tadi yang
layani aku engkong”. Tanpa sepatah kata pun, tanteku menarik tanganku
pulang. Aku terdiam dan mengikuti langkah tanteku. Aku menjadi ragu,
apakah benar si engkong atau bukan yang melayaniku tadi. Besoknya
tanteku mencoba bertanya pada orang yang makan ketupat sayur bersama
dengan ku, dan mereka mengatakan bahwa yang melayani aku dan mereka
adalah anaknya engkong.
Aku sangat
bingung siapa sebenarnya yang melayaniku. Aku sangat yakin yang
melayaniku adalah engkong. Aku yakin karena selain ciri-ciri
penampilannya, perawakannya juga masih aku ingat. Engkong berperawakan
kecil dan pendek dimana kalau berdiri kepalanya tidak sampai mendekati
atap gerobak. Sedangkan anaknya lebih tinggi dan kepalanya hampir
menyentuh atap gerobak. Aku masih tetap tidak tahu siapa yang
melayaniku. Dan hal itu mungkin akan menjadi misteri yang tidak
terlupakan dalam hidupku.
test
BalasHapusterima kasih
Hapus